Selasa, 28 Oktober 2014

Konsepsi Indonesia



 BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Indonesia adalah suatu negara kesatuan yang begitu besar dan beragam. Didalamya terdapat berbagai pulau, suku, ras, adat istiadat dan lain sebagainya sampai bersatu dan menjadi suatu negara kesatuan yaitu Republik Indonesia.
Dalam riwayatnya, indonesia memiliki sejarah yang begitu panjang dan memberikan suatu kesan yang mendalam bagi bangsa Indonesia. Memang tidak dipungkiri bahwa pendahulu bangsa ini bukanlah para orang yang lemah, melainkan orang-orang yang kuat dan memiliki jiwa tangguh. Namun dengan datangnya bangsa asing yang ingin menguasai Indonesia dan berhasil menguasai sampai beberapa generasi menjadikan kondisi yang berbeda bagi bangsa Indonesia sendiri saat itu. Bahkan untuk membayangkan saja, menikmati kehidupan yang bebas, tanpa tekanan, dan penyiksaan dirasa tidak terbayang sama sekali.
Namun dengan seiring berjalanya waktu, harapan itu ada sesuai dengan perkembangan keadaan dan perkembangan waktu harapan itu pun mulai ada dan memberikan suatu angin segar bagi bangsa indonesia. Namun untuk mewujudkan sesuatu apa pun itu tidak lepas dengan adanya suatu penggambaran perencanaan atau konsepsi didalamnya, mulai hal yang kecil sampai sesuatu yang besar sekalipun. Dan dalam konteks kali ini begitu juga dengan merencanakan suatu instansi yang besar seperti negara, tentu saja membutuhkan pemunculan suatu konsepsi sebelumnya sebagai pemicu dan langkah awal untuk membuat hal tersebut menjadi konkret.
Oleh sebab itu perlu adanya suatu kajian dan uraian mengenai munculnya konsepsi Indonesia dalam rangka untuk mengetahui cikal bakal angan serta harapan untuk mewujudkan suatu negara yang merdeka dan bersatu yaitu Indonesia.


1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apa yang dimaksud dengan konsepsi?
1.2.2        Bagaimanakah negara Indonesia?
1.2.3        Bagaimana sejarah akan munculnya konsepsi Indonesia?
1.2.4        Apa yang dihasilkan dari munculnya konsepsi tersebut dan bagaimana pengaruhnya terhadap bangsa Indonesia?
1.3  Tujuan dan Manfaat
1.3.1        Tujuan dari makalah ini adalah
·         Mengetahui dan memahami dengan apa yang dinamakan konsepsi;
·         Memahami lebih jauh akan negara Indonesia;
·         Mengetahui dan memahami akan sejarah munculnya konsepsi Indonesia, dan;
·         Mengetahui akan hasil yang didapatkan dari munculnya konsepsi tersebut dan pengaruhnya terhadap bangsa indonesia.
1.3.2        Manfaat dari makalah ini adalah
·         Lebih memahami akan definisi dan hakikat konsepsi;
·         Lebih memahami akan negara Indonesia serta sejarah munculnya konsepsi sebagai dasar pembentukan bangsa indonesia;
·         Dapat mengamati pengaruh akan konsepsi tersebut terhadap kehidupan bangsa Indonesia.








BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Konsepsi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata konsep diartikan sebagai rancangan atau buram surat dan sebagainya, ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret. Secara istilah dapat mengandung dua hal yang berbeda, Lingkungan gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain mengonsep atau membuat konsep (rancangan).
Dalam artian lebih lengkap mengenai kata konsepsi, dalam konteks ini konsepsi diansumsikan sebagai rancangan (cita-cita dan sebagainya) yang telah ada dalam pikiran.
Dari pengertian uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kata dasarnya konsepsi yaitu konsep, dapat dianggap suatu rancangan perencanaan, ide atau sesuatu yang masih abstrak dalam pemikiran yang kedepannya tentu ingin untuk diwujudkan menjadi sesuatu yang nyata dan ingin dirasakan. Dan dalam pengertian lengkapnya dari kata dasar konsep yang dalam hal ini adalah menjadi konsepsi diartikan sebagai rancangan atau cita-cita yang telah ada dalam pikiran. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa konsepsi adalah suatu penggambaran ide yang abstrak dan didalamnya berisi suatu cita-cita yang tentunya dalam waktu kedepan diharapkan menjadi sesuatu yang konkret atau nyata dan dapat dirasakan keberadaanya serta manfaatnya bagi individu ataupun orang banyak tergantung ide apa yang ingin di capai.
2.2 Negara Indonesia
Republik Indonesia disingkat RI atau Indonesia adalah negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau. Nama alternatif yang biasa dipakai adalah Nusantara. Dengan populasi sekitar sebesar 260 juta jiwa pada tahun 2013, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, sekitar 230 juta meskipun secara resmi bukanlah negara Islam. Bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik, dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Presiden yang dipilih langsung.
Ibu kota negara ialah Jakarta. Indonesia berbatasan darat dengan Malaysia di Pulau Kalimantan, dengan Papua Nugini di Pulau Papua dan dengan Timor Leste di Pulau Timor (mantan bagian provinsi dari indonesia). Negara tetangga lainnya adalah Singapura, Filipina, Australia, dan wilayah persatuan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India.
Sejarah Indonesia banyak dipengaruhi oleh bangsa lainnya. Kepulauan Indonesia menjadi wilayah perdagangan penting setidaknya sejak abad ke-7, yaitu ketika Kerajaan Sriwijaya di Palembang menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan Tiongkok dan India. Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha telah tumbuh pada awal abad Masehi, diikuti para pedagang yang membawa agama Islam, serta berbagai kekuatan Eropa yang saling bertempur untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Maluku semasa era penjelajahan samudra. Setelah berada di bawah penjajahan Belanda, Indonesia yang saat itu bernama Hindia Belanda menyatakan kemerdekaannya di akhir Perang Dunia II. Selanjutnya Indonesia mendapat berbagai hambatan, ancaman dan tantangan dari bencana alam, korupsi, separatisme, proses demokratisasi dan periode perubahan ekonomi yang pesat.
Dari Sabang sampai Merauke, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, dan agama. Berdasarkan rumpun bangsa (ras), Indonesia terdiri atas bangsa asli pribumi yakni Melayu dan Papua di mana bangsa Melayu yang terbesar jumlahnya dan lebih banyak mendiami Indonesia bagian barat. Berdasarkan bangsa yang lebih spesifik, suku bangsa Jawa adalah suku bangsa yang termasuk dalam rumpun bangsa Melayu Deutero dan terbesar dengan populasi mencapai 41,7% dari seluruh penduduk Indonesia. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka tunggal ika" ("Berbeda-beda tetapi tetap satu"), berarti keberagaman yang membentuk negara. Selain memiliki populasi padat dan wilayah yang luas, Indonesia memiliki wilayah alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia.
Indonesia juga anggota dari PBB dan satu-satunya anggota yang pernah keluar dari PBB, yaitu pada tanggal 7 Januari 1965, dan bergabung kembali pada tanggal 28 September 1966 dan Indonesia tetap dinyatakan sebagai anggota yang ke-60, keanggotaan yang sama sejak bergabungnya Indonesia pada tanggal 28 September 1950. Selain PBB, Indonesia juga merupakan anggota dari ASEAN, APEC, OKI, G-20 dan akan menjadi anggota dari OECD.
2.2.1 Asal Mula Nama Indonesia
Menurut  Wikipedia Indonesia edisi (2007), pada zaman purba, kepulauan tanah air disebut dengan aneka nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan tanah air diberi nama Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India menamakan kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta, dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.
Pada jaman penjajahan Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur). Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga “Kepulauan Hindia” (bahasa Latin insula berarti pulau). Nama Insulinde ini kurang populer. Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang dikenal sebagai Dr. Setiabudi (cucu dari adik Multatuli), memperkenalkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata India. Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya.
Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh  Brandes dan diterbitkan oleh  Krom pada tahun 1920. Pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian nusantara zaman Majapahit. Pada zaman  Majapahit, Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa).
Sumpah Palapa dari Gajah Mada tertulis Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa (Jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat). Oleh Dr. Setiabudi mengungkapkan bahwa nusantara pada zaman Majapahit mengalami keterbelakangan. Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu “nusa di antara dua benua dan dua samudra”, sehingga Jawa pun  termasuk dalam definisi nusantara yang modern. Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda. Sampai hari ini istilah nusantara tetap dipakai untuk menyebutkan wilayah tanah air dari Sabang sampai Merauke.
Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh  Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinurgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA. Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations, yang menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis:
“… the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians”.
Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka), dan Maldives (Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia. Dalam  majalah JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah Indian Archipelago terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia. Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak dalam tulisan Logan:
Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago“.
Pada waktu mengusulkan  nama  Indonesia, Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama Indonesia dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin, Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien “oder die Inseln des Malayischen Archipel” sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah “Indonesia” di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah “Indonesia” itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918. Padahal Bastian mengambil istilah Indonesia itu dari tulisan-tulisan Logan.
Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah Indonesia adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers Bureau. Nama indonesisch (Indonesia) juga diperkenalkan sebagai pengganti indisch (Hindia) oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander (pribumi) diganti dengan indonesiër (orang Indonesia).
2.3 Sejarah Munculnya Konsepsi Indonesia
Setelah begitu lama bangsa Indonesia mendapatkan perlakuan penjajahan yang begitu menyiksa dari Belanda, namun pada saat tertentu seiring dengan kemajuan pemikiran serta semakin berkembangnya pemikiran manusia. Hal tersebut juga memberikan andil pengaruh yang begitu luar biasa terhadap keadaan bangsa Indonesia yang pada saat itu sedang mendapatkan penjajahan dari bangsa lain yaitu Belanda. Dalam perkembanganya, akrinya bangsa Indonesia sedikit demi sedikit mendapatkan suatu penggambaran yang manis dari suatu negara yang pada saat itu masih menjadi suatu bayangan yaitu Indonesia. Uraian penggambaran dari munculnya konsepsi Indonesia dapat digambarkan dalam beberapa tahapan penggambaran.
2.3.1 Zaman Penjajahan Baru
Pada permulaan abad XX, kebijakan penjajahan Belanda mengalami perubahan arah yang paling mendasar dalam sejarahnya. Kekuasaanya memperoleh definisi kewilayahan baru dengan selesainya upaya-upaya penaklukan yang telah dibicarakan dalam bab sebelumnya. Kebijakan kolonial belanda tersebut kini juga memiliki tujuan baru. Eksploitasi terhadap indonesia mulai kurang dijadikan alasan utama kekuasaan Belanda, dan digantikan dengan dengan pernyataan-pernyataan keprihatinan atas kesejahteraan Indonesia. Kebijakan ini dinamakan ‘Politik Etis’. Masa di mana kebijakan ini muncul melahirkan perubahan-perubahan yang begitu mendasarnya di lingkungan penjajahan sehingga orang tidak akan dapat memahami sejarah Indonesia pada awal abad XX tanpa mengacu pada kebijakan tersebut. Sebenarnya, dalam kebijakan-kebijakan Politik Etis terdapat lebih banyak janji daripada pelaksanaan, dan fakta-fakta penting tentang eksploitasi dan penaklukan sesungguhnya tidak berubah, tetapi ini tidak mengurangi arti penting zaman penjajahan baru ini.
Politik etis berakar pada masalah kemanusiaan dan sekaligus pada keuntungan ekonomi. Kecaman-kecaman terhadap pemerintahan bangsa Belanda yang dilontarkan dalam novel Max Havelar (1860) dan dalam berbagai pengungkapan lainya mulai pembuahan hasil. Semakin banyak suara Belanda yang mendukung pemikiran untuk mengurangi penderitaan rakyat Jawa yang tertindas. Pada akhir abad XIX, para egawai kolonial baru berangkat menuju Indonesia dengan membawa Max Havelar di dalam koper mereka dan isi novel itu dikepala mereka. Selama zaman ‘liberal’ (kurang lebih 1870-1900), kapitalisme swasta memainkan pengaruh yang sangat menentukan terhadap kebijakan penjajahan. Industri Belanda mulai melihat Indonesia sebagai pasar yang potensional yang standar hidupnya perlu ditingkatkan. Modal Belanda maupun internasional mencari peluang-peluang bagi baru investasi dan eksploitasi bahan-bahan mentah, khususnya didaera-daerah luar jawa. Kebutuhan akan tenaga kerja Indonesia dalam perusahaan-perusahaan modern pun terasa. Oleh karena itu kepentingan-kepentingan bisnis mendukung keterlibatan yang semakin intensif dan penjajah dalam rangka mencapai ketentraman, keadilan, moderenitas, dan kesejahteraan. Para pejuang kemanusiaan membenarkan apa yang oleh kalangan pengusaha diperkirakan akan menguntungkan itu, dan lahirlah politik etis tadi.
Pada tahun 1899, C. Th. Van Deventer, seorang ahli hukum yang pernah tinggal di Indonsia selama tahun 1880-97/, menerbitkan sebuah artikel berjudul “ End eeresschuld”, “suatu hutang kehormatan”, di dalam jurnal Belanda de Gids. Dia menyatakan bahwa negeri Belanda berhutang kepada Indonesia semua kekayaan yang telah diperas dari negeri mereka. Hutang ini sebaiknya dibayarkan kembali dengan jalan memberikan prioritas utama kepada kepentingan rakyat Indonesia didalam kebijakan kolonial. Pada tahun 1901, Ratu Wilhelmina (m. 1890-1948) mengumumkan suatu penyelidikan tentang kesejahteraan di Jawa, dan dengan demikian politik Etis secara resmi disahkan. Pada tahun 1902, Alexander W.F. Idenburg menjadi Menteri Urusan Daerah Jajahan (1902-5, 1908-9, 1918-9). Dengan memegang jabatan ini dan jabatan Gubernur Jenderal (1909-16), Idenburg pun mempraktikan pemikiran-pemikiran politik Etis, lebih dari siapapun. Pihak belanda menyebutkan tiga prinsip yang dianggap merupakan dasar kebijakan baru tersebut: pendidikan, pengairan, dan perpindahan pendidikan. Untuk melaksanakan proyek-proyek semacam itu diperlukan dana. Oleh karena itu, hutang pemerintah kolonial yang mencapai sekitar 40 juta gulden diambil alih oleh pemerintah Belanda, sehingga Batavia dapat meningkatkan pengeluaran tanpa harus dibebani hutang lagi. Politik Etis mulai berjalan.
Semua ini berlangsung dalam suatu lingkungan ekonomi yang sedang berubah dengan cepat, aksi-aksi penaklukan di daerah-daerah luar Jawa telah memperluas wilayah kekuasaan Belanda, dan daerah-daerah tersebut menjadi fokus yang lebih penting daripada Jawa dalam pembangunan ekonomi baru. Adanya kandungan-kandungan minyak bumi di daerah Langkat, Sumatera Utara, telah diketahui sejak tahun 1860-an. Daerah ini merupakan kawasan yang tidak tenang selama berkecamuknya Perang Aceh. Pada tahun 1883, A.J. Zijlker mendapat persetujuan pemerintahan untuk suatu konsesi dari Pangeran Langkat, dan dimulailah pengeboran-pengeboran percobaan. Setelah menghadapi banyak masalah di bidang personel, keuangan medan, iklim, dan kebakaran sumur pada tahun 1888, akhirnya minyak mulai mengalir dalam jumlah yang menjanjikan.
Pada mulanya, minyak bumi dimanfaatkan terutama untuk minyak lampu. Memang merupakan salah satu kejadian luar biasa yang sifatnya kebetulan di dalam sejarah moderen bahwa tepat ketika lampu pijar, yang diproduksi secara komersial mulai tahun 1880-an, mengancam akan menghancurkan industri minyak bumi, mobil-mobil dengan mesin yang menggunkan minyak bumi memberi peluang baru kepada industri minyak bumi, mulai sekitar tahun 1900 dan seterusnya. Perusahaan-perusahaan-perusahaan lain segera tertarik pada kandungan minyak bumi Indonesia. Produk baru lainya adalah karet, yang juga berhubungan erat dengan industri mobil yang baru itu. Pohon karet yang asli, ficus elastica, diusahakan menjadi tanaman perkebunan di Jawa Barat dan pesisir timur Sumatera mulai tahun 1864.
Bukan hanya para pengusaha Belanda yang aktif di Indonesia. Pembentukan Royal Dutch Shell pada tahun 1907 mencerminkan internasionalisasi investasi secara umum. Pengembangan pertanian hampir sepenuhnya dikuasai Belanda. Akan tetapi, kira-kira 70% dari modal Belanda pada tahun 1929 diinvestasikan di Jawa, kira-kira separo diantaranya pada tebu. Pembangunan di luar Jawa lebih menginternasional. Semua kegiatan tersebut menunjukkan bahwa daerah-daerah luar Jawa telah mengungguli Jawa, baik sebagai pusat investasi maupun sumber expor. Komoditi-komoditi ekspor Jawa yang terpenting adalah kopi, teh, gula, karet, ubi kayu, dan tembakau. Untuk sebagian besar komoditi ini, hasil produksi daerah-daerah luar Jawa lebih banyak daripada Jawa. Sering sekali terjadi pasang surut, akan tetapi secara keseluruhan nilai ekspor di Jawa menurun hampir 70% dari tahun 1880.
Bergesernya kegiatan ekonomi ke daerah-daerah luar Jawa itu menimbulkan kesulitan yang besar dalam kebijakan pemerintah, kesulitan yang terus berlangsung sejak saat itu. Kini lapangan-lapangan investasi dan penghasil-penghasil komoditi ekspor yang terpenting adalah daerah-daerah luar Jawa. Akan tetapi, masalah-masalah kesejahteraan yang utama, tuntutan-tuntutan pokok terhadap ‘hutang kehormatan’ adalah di Jawa. Dalam teori, program-program kesejahteraan di Jawa dapat dibiayai dengan mengharuskan daerah-daerah luar jawa memberikan subsidi bagi program-program tersebut, sehingga menghindari naiknya pajak yang sudah sangat berat di Jawa. Dengan demikian, perbedaan antar Jawa dan luar Jawa yang berakar pada masa lalu menjadi semakin mencolok sekarang. Daerah-daerah luar Jawa mempunyai ikatan dengan islam yang lebih mendalam, kegiatan kewiraswastaan yang lebih besar, komoditi-komoditi ekspor yang lebih berharga, dan investasi asing yang lebih besar.
Pertumbuhan ekonomi dan masalah kesejahteaan penduduk pribumi hanya berkaitan dalam proyek-proyek infrastruktur saja. Misalnya, perluasan jaringan rel kereta api dan trem. Pada tahun 1867, jaringan rel kereta api diseluruh wilayah Hindia Timur Belanda hanya mencapai panjang kira-kira 25 kilometer, dan pada tahun 1873 hanya sekitar 260 kilometer. Akan tetapi setelah itu terjadi perkembangan yang sangat pesat. Pada tahun 1930, jaringan rel kereta api dan trem sudah mencapai panjang 7.425 kilometer. Belanda meningkatkan produksi bahan pangan dengan jalan mengadakan percobaan dengan bibit-bibit baru, mendorong pemakaian pupuk, dan sebagainya. Usaha-usaha ini sangat berhasil, tetapi tidak sebanding dengan banyaknya penduduk.
Pertambahan jumlah penduduk memengaruhi semua perkembangan yang terjadi selama zaman penjajahan baru ini dan juga menghantui sejarah Indonesia semenjak itu. Singkatnya, penduduk Jawa (khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur) meningkat sampai sangat berlebihan, sementara di daerah-daerah luar Jawa masih banyak daerah yang jarang penduduknya atau tidak berpenduduk samasekali. Dengan demikian, hampir 70% penduduk Indonesia pada tahun 1930 tinggal di Jawa dan Madura, yang luasnya sekitar 7%dari luas seluruh daratan Indonesia. Jawa, yang pernah menjadi lumbung padi lumbung padi Nusantara, sekarang telah menjadi wilayah yang kekurangan bahan pangan.
Pertumbuhan penduduk Jawa mempunyai kaitan yang mendasar dengan tingkat kesejahteraanya yang rendah, tetapi pihak Belanda tidak mempunyai kebijakan yang dapat memecahkan masalah tersebut. Memang sulit untuk mengetahui apa yang dapat dilakukan. Kecuali beberapa eksperimen yang terbatas dan gagal dalam pembaharuan agraria, satu-satunya jawaban yang diberikan Belanda adalah emigrasi dari Jawa ke luar Jawa, suatu kebijakan yang masih terus dilanjutkan setelah kemerdekaan Indonesia dengan nama ‘transmigrasi’. Pihak Belanda telah meningkatkan anggaran belanja mereka untuk proyek-proyek kesehatan umum sebesar hampir sepuluh kali lipat antara tahun1900 dan 1930. Akan tetapi, menghadapi kemiskinan yang mendalam dan penduduk Jawa yang terlalu banyak, hasilnya terbatas. Diadakanya berbagai program imunisasi, kampanye-kampanye anti malaria, dan perbaikan-perbaikan kesehatan barangkali menyebabkan turunya angka kematian, walaupun angka-angka statistinya masih diragukan.
Desa akan menjadi perangkat pokok pemerintah dalam mengusahakan kesejahteraan. Peraturan Desa tahun 1906 dan praktik-praktik selanjutnya dari pihak Belanda bertujuan untuk meningkatkan peran serta rakyat secara demokratis dalam urusan-urusan desa, untuk meningkatkan kepaduan sosial, serta untuk memungkinkan Residen dan Controleur Belanda, bersama kepala desa, memimpin desa menuju langkah-langkah kesejahteraan yang diperlukan usaha-usaha tersebut gagal. Kemiskinan dan kelebihan penduduk itu sendiri agaknya cukup untuk merusak kehidupan desa-desa Jawa yang otonom dan semidemokratis. Bagaimanapun juga, beban paternalisme Belanda memastikan akibat ini. Belanda berpendapat bahwa desa Jawa merupakan unit pemerintah yang tidak efisien.
Banyak sekali usaha yang dijalankan di bidang pendidikan, dan hasil-hasilnya sering kali membuat bangga para pejabat Belanda. Semua pendukung politik Etis menyetujui ditingkatkanya pendidikan bagi rakyat Indonesia, tetapi ada dua aliran pemikiran yang berbeda mengenai jenis pendidikan yang bagaimanan dan untuk siapa. Di bawah Abendanon, pendekatan elitislah yang diutamakan. Pada tahun 1900, tiga hoofdenscholen, “sekolah para kepala”, yang lama di Bandung, Magelang, dan Probolinggodisusun kembali menjadi sekolah-sekolah yang nyata-nyata direncanakan untuk menghasilkan pegawai pemerintahan dan diberi nama baru OSVIA (Opleidingscholen voor inlandsche ambtenaren, “sekolah pelatihan untuk para pejabat pribumi “).
Dalam pelaksanaan pembaharuan-pembaharuan tersebut, Abendanon menghadapi tentangan dari berbagai kalangan, termasuk para bupati yang lebih konservatif. Bagaimanapun juga, dia tetap gigih dan baru gagal ketika ingin memperluas kesempatan pendidikan bagi kaum wanita Jawa kalangan atas. Cita-cita tentang pendidikan kaum wanita yang begitu didambakan oleh Kartini dan Abendanon tersebut tidak pernah mendapat prioritas pemerintah, terutama karena pengaruh para bupati yang konservatif dan pejabat-pejabat kolonial yang skeptis. Selama Van Heutsz menjabat sebagai Gubernur Jendral (1904-9) dan Dirk Fock menjabat Menteri Urusan Daerah jajahan (1905-8) di Negeri Belanda, gagasan mengenai pendidikan rakyat memperoleh lebih banyak dukungan. Fock mengutamakan sekolah-sekolah teknik dan kejuruan. Snouck Hurgronje dan para pengikutnya menyatakan bahwa para tamatan sekolah-sekolah tersebut tidak akan mmembangkitkan perusahaan-perusahaan pribumi, seperti yang diharapkan Fock, tetapi hanya mendapat pekerjaan di Perusahaan-perusahaan Eropa.
Perbaikan-perbaikan pendidikan yang paling berarti adalah dalam sistem sekolah dasar dua kelas yang dibuka secara kecil-kecilan untuk orang-orang Indonesia sejak tahun 1892-3. Sekolah-sekolah Kelas Satu diperuntukkan bagi golongan atas, sedangkan sekolah-sekolah Kelas Dua untuk rakyat jelata. Orang-orang Indonesia kini mempunyai kesempatan lebih luas untuk memperoleh pelajaran bahasa Belanda, tetapi masih ada masalah yang sifatnya struktural. Sekolah-sekolah Kelas Satu berada dalam sisitem pendidikan ‘pribumi’; tidak ada kesempatan bagi seorang Indonesia untuk melompat dari sistem ini ke sistem Eropa yang paralel, yang merupakan satu-satunya lembaga untuk menuju ke pendidikan lanjutan. Oleh karenanya sekolah Kelas Satu diubah menjadi sekolah “Belanda Pribumi” (HIS) pada tahun 1914.
Di atas tingkatan HIS, pemisahan ras dalam pendidikan sudah tidak ada. Pada tahun 1914, sekolah-sekolah MULO (Meer uitgebreid lager onderwijs, “pendidikan rendah yang lebih diperpanjang”, semacam SLTP) didirikan untuk-orang Indonesia golongan atas, orang-orang Cina, dan orang-orang Eropa yang telah menyelesaikan sekolah dasar mereka masing-masing. Pada tahun 1919, AMS didirikan untuk membawa para murid memasuki tingkat perguruan tinggi. Pembaharuan sekolah-sekolah Kelas Satu dan pengembangan-pengembangan lebih lanjut dalam pendidikan yang dibicarakan di atas samasekali tidak ada kaitanya dengan rakyat Indonesia golongan bawah. Untuk mereka, sekolah-sekolah Kelas Dua disediakan.
Pada tahun 1907, Van Heutsz berhasil mendapat jawabannya. Sekolah-sekolah desa (desascholen, juga disebut volkscholen, “sekolah rakyat”) akan dibuka yang sebagian besar biayanya ditanggung oleh penduduk desa sendiri, tetapi dengan bantuan pemerintah seperlunya. Seperti halnya dengan banyak perbaikan Etis lainya, pemerintah menetapkan apa yang baik untuk rakyat Indonesia dan sesudah itu memberitahukan berapa yang harus mereka bayar demi perbaikan itu. Pada tahun 1908, sekolah Kelas Dua menjadi Standaard scholen, “sekolah standar”, dan kini diperuntukkan bagi mereka yang menggeluti perdagangan atau yang meninggalkan kehidupan desa yang agraris; bagi mereka yang masih hidup dalam lingkungan desa, diperuntukkan sekolah desa.
Sistem sekolah yang rumit kini tampaknya terbuka bagi setiap orang, terkecuali anak desa yang ingin melanjutkan dari sekolah desanya ke tingkat lanjutan, yang hanya ada dalam sistem Eropa. Pada tahun 1921 dibuka Schakelschool, “sekolah sambungan”’, yang pertama, yang masa pendidikanya lima tahun, yang merupakan lanjutan dari tingkat sekolah desa sampai tingkat akhir HIS.  Titik puncak upaya perbaikan pendidikan tersebut, seperti halnya langkah-langkah perbaikan Etis lainya, tercapai sekitar tahun 1930. Setelah itu, depresi menghentikan semua perkembangan besar yang baru, walaupun jumlah tempat untuk bersekolah bagi anak-anak terus bertambah.
Dalam sensus tahun 1930, perbandingan orang Indonesia usia dewasa di seluruh kepulauan yang sudah melek huruf hanya 7,4%; di Sumatera 13,1%, di Jawa dan Madura 6%, dan di Bali dan Lombok 4%. Sebagian dari jumlah tersebut merupakan tamatan dari lembaga-lembaga pendidikan pribumi, baik sekolah-sekolah Qur’an yang lama maupun sekolah-sekolah yang lebih modern. Pendidikan tidak menghasilkan elite baru yang tahu berterima kasih dan bersedia bekerja sama, tidak pula melahirkan semangat baru yang berkobar-kobar di kalangan rakyat; langkah-langkah kesejahteraan umumnya tidak menghasilkan kesejahteraan.
Desentralisasi adalah sasaran utama para pendukung politik Etis: desentralisasi dari Den Haag ke Batavia, dari Batavia ke daerah-daerah, dari orang-orang Belanda ke orang-orang Indonesia. Akan tetapi, walaupun dilakukan langkah-langkah perubahan, Den Haag masih tetap menguasai Indonesia. Dewan-dewan lokal untuk kota-kota besar mulai dibentuk pada tahun 1905. Pada tahun 1939, ada 32 dewan kota (19 diantaranya di Jawa).langkah paling nyata ke arah desentralisasi dan peningkatan peran serta orang-orang Indonesia dalam pemerintahan adalah pembentukan Volksraad, “dewan rakyat”, yang menyelenggarakan sidangnya yang pertama pada tahun 1918. Pada masa awalnya, Volksraad merupakan sumber banyak kecaman dan desakan terhadap pemerintah kolonial. Suatu staatsinrichting (konstitusi) baru untuk Indonesia yang diberlakukan pada tahun 1925 telah menurunkan Dewan Hindia menjadi badan penasihat dan memberi Volksraad wewenang-wewenang legislatif yang terbatas . anggaran belanja dan pembuatan peraturan dalam negeri lainya memerlukan persetujuan Volksraad, dan lembaga ini dapat mengajukan perundang-undangan.
Sebuah pertanyaan besar tentang periode politik Etis yang telah menimbulkan perbedaan pendapat di antara banyak ilmuwan adalah kapan kebijakan tersebut berakhir. Beberapa pendapat telah diajukan. Ada yang menyebutkan periode Menteri Daerah Jajahan Simon de Graff (1919-25) yang konservatif dan Dirkfock sebagai gubernur jenderal (1921-6). Akan tetapi, apabila kita memperhatikan bentuk umum dari masa penjajahan yang baru ini, pertanyaan mengenai kapan masa tersebut berakhir menjadi semakin rumit.
2.3.2 Langkah-langkah Pertama Menuju Kebangkitan Nasional, Sekitar Tahun 1900-27.
Tiga dasawarsa pertama abad XX bukan hanya menjadi saksi penentuan wilayah Indonesia yang baru dan suatu pencanangan kebijakan penjajahan yang baru. Masalah-masalah dalam masyarakat Indonesia juga mengalami perubahan yang begitu besar sehingga, dalam masalah-masalah politik, budaya dan agama, rakyat Indonesia menempuh jalan baru.  Perubahan yang cepat terjadi di semua wilayah yang baru saja ditaklukan oleh Belanda. Akan tetapi, dalam hal gerakan-gerakan anti-penjajah dan pembaharuan yang mula-mula muncul pada masa ini, Jawa dan daerah Minangkabau di Sumatera menarik perhatian yang khusus. Perubahan-perubahan yang terjadi disana sedemikian rupa sehingga  sejarah Indonesia moderen memasuki zaman dan memperoleh kosa kata baru.
Perkembangan-perkembangan pokok pada masa ini adalah munculnya ide-ide baru mengenai organisasi dan dikenalnya definisi-definisi baru dan lebih canggih tentang identitas. Ide baru tentang organisasi meliputi bentuk-bentuk kepemimpinanyang baru, sedangkan definisi yang baru dan lebih canggih mengenai identitas meliputi analisis yang lebih mendalam tentang lingkungan agama, sosial, politik, dan ekonomi. Kalangan priyayi Jawa yang ‘baru’ atau yang ‘lebih rendah’, pejabat-pejabat yang maju dan yang memandang pendidikan sebagai kunci menuju kemajuan adalah kelompok pertama yang mengambil prakarsa. Kelompok ini mewakili suatu aliran sosial dan budaya yang penting di Indonesia pada abad XX. Mereka terutama adalah ‘abangan’, suatu istilah Jawa untuk menyebut orang-orang muslim yang keislamanya jarang lebih daripada sekedar komitmen formal dan non formal saja.
Gagasan pembebasan bangsa Indonesia lewat pendidikan kaum priyayi didorong sejak awal oleh jurnal Bintang Hindia, terbitkan pertama kali di Belanda pada tahun 1902. Dr. Wahidin Soedirohusodo (1857-1917) adalah inspirator bagi pembentukan organisasi moderen pertama untuk kalangan priyayi Jawa. Ia juga lulusan sekolah Dokter-Jawa dan bekerja sebagai dokter pemerintah di Yogyakarta sampai tahun 1899. Wahidin berusaha menghimpun beasiswa guna memberikan pendidikan Barat kepada golongan priyayi Jawa. Akan tetapi, hanya segelintir pejabat dari generasi tua atau kelas bupati yang bergairah; elite yang bersifat turun-temurun ini sebenarnya cenderung merasa takut menghadapi persaingan dari golongan priyayi rendah yang sedang tumbuh.
Pada tahun 1907, Wahidin berkunjung ke STOVIA. Di sana, di salah satu lembaga terpenting yang menghasilkan priyayi rendah Jawa itu, dia mendapat tanggapan yang bersemangat dari murid-murid sekolah tersebut. Diambil keputusan untuk membentuk suatu organisasi pelajar guna memajukan kepentingan-kepentingan priyayi rendah. Pada bulan Mei 1908, diselenggarakan suatu pertemnuan yang melahirkan Budi Utomo. Budi Utomo pada dasarnya tetap merupakan suatu organisasi priyayi Jawa. Organisasi ini secara resmi menetapkan bahwa bidang perhatianya meliputi penduduk Jawa dan Madura; dengan demikian, mencerminkan kesatuan administrasi kedua pulau itu dan mencakup masyarakat Sunda dan Madura yang kebudayaanya berkaitan erat dengan Jawa.
Pada bulan Oktober 1908, Budi Utomo menyelenggarakan kongresnya yang pertama di Yogyakarta. Pada saat itu, Wahidin tinggal menjadi sesepuh saja dan bermunculan suara-suara baru untuk mengatur organisasi tersebut. Tjipto Mangunkusumo (1885-1943), yang radikal dan juga seorang dokter, memimpin sekelompok minoritas. Gubernur Jenderal Van Heutsz menyambut baik Budi Utomo, persisi seperti ia sebelumnya menyambut baik penerbitan Bintang Hindia, sebagai tanda keberhasilan politik Etis. Memang itulah yang dikehendakinya: suatu organisasi pribumi yang progresif moderat yang dikendalikan oleh para pejabat yang maju. Pada umumnya, Budi Utomo sudah mengalami kemandekan hampir sejak awal permulaanya, baik karena kekurangan danamaupun karena kekurangan yang dinamis. Organisasi ini mendesak pemerintah untuk menyediakan lebih banyak pendidikan Barat, tetapi desakan itu tidak begitu berperan dalam upaya-upaya perbaikan.
Organisasi-organisasi yang lebih aktif dan penting segera berdiri. Beberapa di antaranya bersifat keagaman, kebudayaan, dan pendidikan beberapa lagi bersifat politik, dan beberapa yang lain bersifat keduanya. Organisasi-organisasi itu bergerak di klangan masyarakat bawah dan untukyang pertama kalinya terjalin hubungan antara rakyat desa dan elite-elite baru. Dalam masyarakat Jawa, kelompok minoritas yang berusaha benar-benar menaati kewajiban-kewajiban islam dalam kehidupan sehari-hari disebut, secara silih berganti, wong muslimin (kaum muslim), putihan (golongan putih), atau santri (murid sekolah agama). Pada tahun 1909, seorang lulusan OSVIA bernama Tirtohadisurjo (1880-1918), yang telah meninggalkan dinas pemerintahan dan menjadi wartawan, mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia. Pada tahun 1910, dia mendirikan organisasi semacam itu lagi di Buitenzorg (Bogor). Kedua organisasi tersebut dimaksudkan untuk membantu pedagang-pedagang Indonesia.
Pada tahun 1912, organisasi tersebut mengubah namanya menjadi Sarekat Islam (SI). Tirtoadisurjo dan Samanhudi terlibat cekcok. Samanhudi, yang sebagian besar waktunya tersita untuk urusan dagang, lalu meminta Tjokroaminoto untuk memimpin organisasi itu. Sejak tahun 1912, SI berkembang dengan pesat, dan untuk yang pertama kalinya tampak adanya basis rakyat walaupun sukar dikendalikan dan hanya berlangsung sebentar. Pada tahun 191, SI menyatakan mempunyai anggota 2 juta orang, tetapi jumlah yang sesungguhnya mungkin tidak pernah lebih dari setengah juta orang.
SI menyatakan setia kepada rezim Belanda. Tetapi ketika organisasi tersebut berkembang di desa-desa, maka meletuslah tindak kekerasan. Rakyat pedesaan tampaknya lebih menganggap SI sebagai alat bela diri dalam melawan struktur kekuasaan lokal yang kelihatanya monolitis, yang tidak sanggup mereka hadapi, daripada sebagai gerakan politik moderen. Gubernur Jenderal Idenburg secara hati-hati mendukung SI. Pada tahun 1913, dia memberi pengakuan resmi kepada SI. Meskipun demikian, dia tidak mengakuinya sebagai suatu organisasi nasional yang dikendalikan oleh markas besarnya, melainkan hanya sebagai kumpulan cabang-cabang yang otonom. Suatu bentuk protes pedesaan yang lebih istimewa juga mencapai puncaknya pada tahun 1914. Di daerah Blora bagian selatan (Jawa Tengah-Utara), seorang petani Jawa yang buta huruf bernama Surantiko Samin (1859-1914) telah menghimpun pengikut dari kalangan para petani yang menolak segala bentuk kekuasaan dari luar, dan yang khususnya tidak menyukai peraturan-peraturan kehutanan yang baru diterapkan dikawasan hutan jati ini.
Pada masa sesudah sekitar tahun 1909, di seluruh Indonesia banyak bermunculan organisasi-organisasi baru dikalangan elite terpelajar, yang sebagian besar didasarkan atas identitas-identitas kesukuan. Para mahasiswa STOVIA di Batavia, tempat Budi Utomo lahir pada tahun 1908, juga menghasilkan beberapa organisasi baru ini, meliputi TRI Koro Dharmo (1915) yang di tahun 1918 menjadi Jong Java, “pemuda Jawa”, Jong Sumantranen Bond, ‘PERSERIKATAN PEMUDA Sumatera”, (1917), Studerenden Vereeniging Minahasa, “perserikatan mahasiswa Minahasa”, (1918), dan Jong Ambon, “pemuda Ambon”, (1918). Serikat-serikat buruh pun bahkan di Indonesia selama masa ramai-ramainya pembentukan organisasi ini, serikat pertama didirikan tahun 1905 untuk karyawan-karyawan perusahaan kereta api negara yang berkebangsaan Eropa. Tapi karyawan-karyawan Indonesia segera bergabung dan, pada tahun 1910, menjadi anggota mayoritas walupun tanpa hak suara. Pada tahun 1908 didirikan Vereniging voor Spoor en Tramweg Personeel, “serikat buruh kereta api dan trem”, (VSTP); keanggotaanya terbuka untuk karyawan-karyawan berkebangsaan Indonesia dengan status yang sama dengan karyawan-karyawan Eropa sejak awal.
Suatu tanda yang bahkan lebih mencolok bahwa suatu zaman baru sedang menyingsing ialah lahirnya gerakan pembaharuan islam. Latar belakang pembaharuan ini harus dicari baik di Indonesia maupun di Timur Tengah. Islam Indonesia memang menonjol karena keanekaragamannya. Semua kaum muslim Indonesia pada dasrnya adalah kaum Suni(Ortodoks, dibedakan dari kaum Syiah) dan merupakan maszhab hukum Syafi’i, yang didirikan di Timur Tengah pada akhir abad VIII dan awal abad IX Masehi. Beberapa orang muslim timur tengah sudah berkesimpulan yang bsama abad XIX. Jamal ad-Din al-Afghani (1839-97), Muhammad Rasyid Rida (1865-1935), dan terutama Muhammad Abduh (1849-1905) menciptakan suatu gerakan pembaharuan yang disebut ‘moderennisme’ dengan pusatnya di Kairo.
Singapura, yang merupakan wilayah jajahan Inggris, memainkan peranan yang penting dalam penyebaran analisis Islam mornis tersebut ke Indonesia. Di Singapura terdapat suatu komunitas besar orang-orang Arab (kebanyakan orang Hadramaut) dan kaum muslim India yang lahir di sana. Kedua kelompok tersebut seringkali beribukan orang Melayu. Komunitas muslim Singapura itu mempunyai hubungan dengan timur tengah, banyak yang terlibat dalam perdagangan di seluruh pelosok kepulauan Indonesia, agama Islamnya tidak begitu dipengaruhi oleh tradisis-tradisi lokal yang telah memengaruhi Islam Melayu, dan benar-benar menyadari identitas keagamaanya karena bersaing psecara langsung dan bergaul setiap hari dengan orang-orang Cina.
Orang –orang Minangkabau memainkan peranan penting dalam gerakan pembaharuan awal itu. Pada tahun 190, surat kabar berbahasa Melayu al-imam, “pemimpin agama “, mulai terbit di Singapura dengan menyajikan analisis islam modernis pertama yang benar-benar mendalam mengenai masalah-masalah sosial, agama, dan ekonomi. Di antara orang-orang muslim yang terlibat di dalam al-imam adalah seorang ulama Minangkabau bernama Syekh Tahih bin Jalaludin (Muhammad Tahir bin Jalalluddin al- Azhari, 1869-1957), putra seorang Syekh Naqsyabandiyyah asala Minangkabau yang terkenal. Syekh Muhammad Djamil Djambel (18601947) pulang dari Mekkah ke Minangkabau pada tahun 1903 dan Haji Rosul (Haji Abdul Karim Amrullah, 1879-1945) pada tahun 1906. Keduanya adalah murid Ahmad Khatib, dan keduanya muslim modernis. Hjis Rasul sangat terkenal karena penentanganya yang keras terhadap adat atau terhadap siapa saja yang menentang diringan. Gerakan Islam Modernis di Minangkabau tersebut menimbulkan perlawanan. Sekelompok kaum bangsawan dan pejabat yang mendukung jenis kemajuan yang tampaknya akan dihasilkan oleh gaya pendidikan dan sosial Belanda mencurigai pengaruh poara guru agama tersebut. Mereka dipimpin oleh Datuk Sutan Maharaja. Kelompok ini menginginkan pembaharuan terhadap adat.
Gerakan pembaharuan agama juga menyebar ke Jawa. Yang mengambil prakarsa-prakarsa pertama adalah komunitas Arab di Batavia, yang pada tahun 1905 mendirikan Jam’iyyat Khair, “perserikatan bagi kebaikan”. Perserikatan ini membuka sebuah sekolah moderen yang pelajaranya diberikan dalam bahasa Melayu. Pada tahun 1911, kaum muslim Indonesia di Jawa Barat mengambil langkah-langkah pertama kearah pembaharuan secara hati-hati. Para ustaz Suni membentuk Persyarikatan Ulama; tetapi mereka menerima beberapa ide pembaharuan kaum modernis dan hanya sedikit berhubungan dengan kalangan pesantren gaya lama. Organisasi Islam modernis yang paling penting di Indonesia berdiri di Yogyakarta pada tahun 191. Kyai Haji Ahmad Dahlan (1868-1923) berasa dari elite agama kesultanan Yogyakarta. Pada tahun 1890, dia naik haji ke Mekkah dan belajar pada Ahmad Khatib dan yang lain-lain. Dia pulang dengan tekad bulat untuk memperbaharui islam dan menentang usaha-usaha kristenisasi yang dilakukan oleh kaum misionaris Barat.
Pada mulanya, Muhammadiyah hanya berkembang secara lamban. Organisasi ini ditentang atau diabaikan oleh para pejabat, guru-guru Islam gaya lama di desa-desa, hierarki-hierarki keagamaan yang diakui pemerintah, dan oleh komunitas-komunitas orang saleh yang menolak ide-ide islam modernis. Dua aliran pemikiran yang bertentangan telah muncul sebagai dasar bagi dilakukanya peremajaan secara nasional. Kini muncul aliran pemikiran yang ketiga. Selain aliran kalangan atas yang mencari modernisasi secara Baratyang diwakili paling jelas oleh Budi Utomo dan aliran Islam modernis yang diwakili oleh Muhammadyah, kini muncul ide-ide sosialis yang radikal. Pada tahun 1913, H.J.E.M. Sneevliet (1883-1942) tiba di Indonesia. Dia memulai kariernya sebagai penganut mistik Katolik tetapi kemudian beralih ke ide-ide sosial-demokrat yang revolusioner dan aktivisme serikat buruh.
Perang Dunia I (1914-8) menndai dimulainya zaman kegiatan politik yang bergejolak di Indonesia. Pelayaran antara Indonesia dan Eropa terganggu oleh perang itu, komunikasi terhambat, anggaran belanja militer kolonial meningkat sedangkan belanja untuk kesejahteraan dikurangi, harga barang-barang naik dan kesejahteraan rakyat Indonesia merosot. Masalah Indie weeroaar (pertahanan Hindia) mula-mula merupakan persoalan pertahanan, tetapi segera berkaitan erat dengan usul-usul bagi pembentukan volksraad, ”dewan rakyat”. Gagasan pembentukan milisi paruh waktu yang terdiri atas orang-orang Indonesia telah dipertimbangkan, dan ditolak oleh pemerintah pada tahun 1913-4,. Akan tetapi, dengan pecahnya Perang Dunia I pada bulan Agustus 1914,  gagasan tersebut dibicarakan lagi, karena milisi merupakan kekuatan pertahanan yang lebih murah daripada memperbesar pasukan profesional.
Partai-partai Indonesia kini bersiap-siap untuk pemilihan anggota Volksraad. Keterbatasan Budi Utomo segera terlihat. Organisasi ini ingin menjadikan daya tarik islam sebagai bagian dari program partai dalam rangka menarik masa pengikutnya dan untuk memperluas lingkup kegiatanya ke luar Jawa dan Madura. Pengaruh kiri di dalam Sarekat Islam semakin bertambah besar karena ISDV berusaha memperoleh basis rakyat. Pada tahun 1914, seorang pemuda Jawa buruh kereta api yang bernama Semaun (1899-1971) menjadi anggota SI cabang Surabaya. Pada tahun 1915, dia pindah ke Semarang, di mana Sneevliet aktif dalam Serikat Buruh Kereta Api dan Trem (VSTP). SI kini terpecah menjadi beberapa kelompok, walaupun arti penting sepenuhnya kelompok-kelompok tersebut belum jelas. Kelompok yang beraliran kiri yang dipimpin oleh cabang Semarang berusaha keras mendapat kekuasaan. Di Jawa Barat, suatu cabang revolusioner rahasia yang diberi nama ‘Afdeeling B’ (Seksi B) atau ‘sarekat islam B” didirikan oleh Sosrokardono dari CSI dan beberapa orang aktivis lainya pada tahun 1917.
Pada awal tahun 1918, hasil pemilihan anggota Volksraad diumumkan. Abdul Muis dari CSI dan seorang Minangkabau yang tadinya menjadi anggota Insulinde, Abdul Rivai, berhasil terpilih, tetapi sebagian besar dari orang-orang Indonesia lainya yang terpilih menjadi anggota adalah para bupati atau pejabat-pejabat lainya. Gubernur Jenderal van Limburg Surum tidak puas dengan hasil ini. Dia menggunakan hak penunjukkanya untuk mengangkat, antara lain, Tjipto Mangunkusumodari Insulinde dan Tjokroaminoto dari SI dengan harapan dapat melibatkan lebih banyak kekuatan radikal dan membawa mereka pada pendekatan yang bersifat kerjasama. Pada bulan November 1918, gairah politik masa Perang Dunia I mencapai puncaknya ketika tampak bahwa revolusi sosial demokrasi di Jerman seolah-olah akan meluap ke negeri Belanda. Upaya tersebut mengalami kegagalan. Akan tetapi, ketika hasilnya yang pasti belum diketahui Indonesia.
Akan tetapi, selama tahun 1919, pemerintah kolonia meninggalkan paham liberal, karena van Linburg Stirum pun mulai menyadari bahwa segala sesuatunya mulai tidak terkendalikan. Mula-mula dia berpaling kepada ISDV. Sejak revolusi Rusia tahun 1917, ISDV telah menjadi badan komunis yang lebih nyata. Pada bulan Mei 1919, seorang kontrolir Belanda terbunuh di Toli-toli (Sulawesi Utara) segera sesudah Abdul Muis dari CSI mengadakan perjalanan pidato kelilingnya di daerah itu. CSI dianggap bertanggung jawab dan Abdul Muis ditangkap. Selanjutnya, dengan terjadinya peristiwa penembakan di garut (Jawa Barat) pada bulan Juni 1919, maka terbongkarlah rahasia adanya Seksi B. Sosrokardono dari CSI, bersama-sama beberapa orang Indonesia anggota ISDV, ditangkap. Lingkungan politik berbalik menentang radikalisme. Ironisnya, keadaan ini menempatkan ISDV dalam posisi tangan Semaun dan seorang pemuda bangsawan Jawa yang bernama Darsono (I. 1897). Organisasi ini masih sangat kecil (jumlah anggotanya 269 orang pada tahun 1920), tetapi sekarang sebagian besar anggotanya adalah orang Indonesia. Pada bulan Mei 1920, organisasi ini berganti menjadi perserikatan kommunist di India, pada tahun 1924, namanya berganti lagi menjadi Partai Komunis Indonesia. PKI lahir.
Propaganda PKI kini menunjukkan bahwa partai ini telah benar-benar mengindonesia. PKI kurang menekankan doktrin-doktrin Marx dan Lenin, melainkan lebih banyak berbicara dengan bahasa yang menarik bagi rakyat Indonesia, khusnya kaum abangan Jawa. Masyarakat tanpa kelas dikemukakan sebagai penjelmaan kembali dari negara Majapahit yang diromantiskan, yang dipandang sebagai zaman persamaan derajat yang mulia sebelum datangnya bangsa Belanda dan, secara berarti, sebelum Islam. Pahlawan-pahlawan PKI adalah para pejuang dari perang Jawa: Dipanagara, Kyai Maja, dan Sentot. Antara tahun 1918 dan 1921, serikat-serikat buruh Indonesia meraih sukses besar dalam meningkatkan kondisi dan upah anggota-anggotanya. Ini terutama berkat gabungan peristiwa yang terjadi pada tahun-tahun tersebut berupa inflasi harga, kurangnya tenaga buruh terampil, dan munculnya organisasi buruh yang sukses dari partai-partai politik, terutama SI dan PKI.
SI dan PKI terlibat pertikaian terbuka dan tak terdamaikan. Pada bulan November 1920, surat kabar PKI yang berbahasa Belanda, Het vrije word, ‘kata yang bebas”, menerbitkan tesis-tesis Lenin tentang masalah-masalah nasional dan penjajahan, yang berisi kecaman-kecaman terhadap Pan-Islam dan Pan-Asianisme. Akibatnya, terjadi pertikaian terbuka yang sengit. Persaingan-persaingan sengit yang bersifat pribadi yang memecah gerakan politik Indonesia kini telah mencapai definisi ideologis. Upaya-upaya yang dilakukan oleh beberapa pemimpin untuk menyelesaikan pertikaian-pertikaian tersebut mengalami kegagalan. Pada bulan Oktober 1921 di dirikan “Disiplin Partai”, maka seorang anggota SI tidak mungkin lagi menjadi anggota partai lain (beberapa pengecualian, misalanya Muhammdiyah). Anggota-anggota PKI kini dikeluarkan dari CSI. Sebagai akibatnya, SI terpecah dalam cabang-cabang ‘Si Merah’ dan Si Putih’. Semaun meninggalkan Indonesia menuju Uni Soviet, sedangkan Tjokroaminoto kini masuk penjara. Pada bulan Mei 1922, Semaun kembali memasuki kancah yang nyata-nyata merupakan malapetaka. Dia segera berusaha untuk mendirikan kembali serikat-serikat kerja PKI serta menegakkan kembali pengaruh PKI pada cabang-cabang dan sekolah-sekolah SI. Sedangkan pada waktu itu Tjokroaminoto dibebaskan dari penjara, dia telah bertekad untuk melepaskan diri selama-lamanya dari PKI. Kemudian ia mendirikan cabang partai dari ‘Si Merah’ yang kini diberi nama baru Serekat Rakyat, dan pertikaian pun  terus berlanjut.
Ketika pergerakan politik terpecah belah, maka pertikaian agama dan budaya pun menimbulkan perpecahan-perpecahan yang semakin mendalam. Kongres partai politik yang ada pada daerah-daerah di Minangkabau, Jawa dan daerah lainnya semakin berpecah belah karena masalah agama seperti beredarnya surat kabar di Surakarta, Djawi Hisworo, “ Jawa Raja”, pada bulan Januari 1918 yang memfitnah Nabi Muhammmad sebagai pemabuk dan pemadat. Kaum muslim menjadi sangat marah. Mereka dianggap sebagai impor asing yang tidak disukai. Reaksi yang positif dan penting kemudian muncul dari mantan anggota radikal Indische Partij, Suwardi Surjaningrat. Selama pengasingan di negara Belanda  dia mencurahkan perhatiannya pada gerakan-gerakan pendidikan yang baru. Setelah pulang dari pengasingan, dia bergabung dengan suatu kelomok mistik Jawa di Yogyakarta yang menjadi pusat Muhammadiyah.  Kelompok mistik ini menganggap perlu diciptakannya sistem pendidikan yang benar-benar bersifat pribumi (yakni yang non pemerintah dan non islam). Oleh karena, itu pada tahun 1922, Suwardi yang kini memakai nama baru yaitu Ki Hadjar Dewantara mendirika sekolah Taman Siswa yang pertama di Yogyakarta, yang memadukan pendidikan gaya Eropa yang modern dengan seni-seni Jawa tradisional. Sementara itu, islam modernis mencapai puncak-puncak baru, dengan bermunculannya pendirian komunitas islam, namun pada akhirnya komunitas islam yang berpegang teguh pada agamanya di Indonesia kini juga mengalami perpecahan seperti halnya gerakan politik.
Pemerintah pada saat itu berusaha melakukan pengawasan terhadap lembaga-lembaga pendidikan islam yang semakin berkembang, yang diangganya sebagai ancaman yang potensial terhadap rezim kolonial. Pada tahun 1905, pemerintah mempermaklumkan suatu goeroe ordonnantie, “ peraturan guru”, untuk Jawa yang menyatakan bahwa sebelum pelajaran agama dapat diberikan, harus ada izin tertulis dari pihak penguasa dan harus ada daftar murid-muridnya. Namun ternyata goeroe ordonnantie tampaknya hanya menimbulkan dampak yang terbatas. Pada tahun 1925 dikeluarkan goeroe ordonnantie yang baru. Kali ini peraturan teersebut diberlakukan untuk seluruh Indonesia dalam beberapa hal yang bersifat lunak. Tetapi peraturan baru itu berdampak meningkatnya kegiatan politik dan sentiment anti pemerintah  dikalangan kaum muslim yang kuat. Dengan meningkatnya rasa permusuhan di semua pihak, maka partai-partai politik Indonesia mendekati malapetaka. Persaingan merebut pengikut penduduk desa antara cabang-cabang SI dan cabang-cabang Serekat Rakyat telah menyeret PKI ke dalam suatu lingkungan yang keras dan anarkis. Tindakan kekerasan di wilayah pedalaman Jawa semakin meningkat pada awal tahun 1924 yang dilakukan oleh PKI, sehingga pengawasan pemerintah semakin diperketat, dan pimpinan PKI yang tersisa sering ditahan. PKI akhirnta tergelincir dalam pemberontakan ketika organisasi ini tidak dapat memutuskan apakah harus membubarkan Serekat Rakyat dalam rangka mempertahankan sifat proletarnya ataukah tidak. Pada bulan Desember 1924 diputuskan untuk bersiap-siap mengadakan pemberontakan. Pimpinan PKI di Jawa di kecam oleh Komintern dan para pemimpinnya sendiri yang berada di pengasingan terutama Semaun dan Tan Malaka. Pada bulan Desember 1925, para pemimpin PKI yang masih tersisa memutuskan untuk melancarkan pemberontakan. Pemerintah berusaha menangkap sebagian besar pimpinan pusatnya, tetapi banyak yang berhasil melarikan diri. Pada bulan November 1926 pihak plisi berhasil menembus jalur-jalur hubungannya, banyak pimpinan cabang PKI berhasil ditangkap. Pemberontakan PKI meletus di Banten, Batavia, dan Priangan pada malam hari, 12 November 1926. Di Batavia, pemberontakan dapat ditumpas pada hari berikutnya, sedangkan diseluruh banten dan Priangan pada bulan Desember, seorang Eropa tewas dan setelah itu pemberontakan di Jawa benar-benar ditumpas, meletus pemberontakan di Sumatera pada tanggal 1 januari 1927. Pertempuran disini lebih berat, tetapi pemberontakan itu dapat dipadamkan pada tanggal 4 Januari. Seorang Eropa lainnya terbunuh oleh kaum pemberontak. Kemudian PKI sudah mati, dan tidak bangkit kembali selama hampir dua puluh tahun.
Tahapan pertama kebangkitan nasional berakhir ketika goncangan yang ditimbulkan oleh pemberontakan PKI dan kegagalan totalnya tersebar diseluruh Indonesia. Kehidupan rakyat Indonesia benar-benar telah berubah terutama pada daerah pemberontakan tersebut. Bagaimanapun juga, ada tanda-tanda yang lebih memberi harapan. Generasi politik Indonesia berikutnya akan melibatkan beberapa orang yang lebih realistis. Nantinya para pemimpin Indonesia akan menyadari adanya hal-hal apa yang bisa mempersatukan mereka dan hal-hal ini dapat dianggap lebih penting dari pada masalah-masalah yang memecah-belah mereka. Sebagai akibat dari penemuan anggapan tersebut nasionalisme yang sungguh-sungguh segera lahir. Hal ini menjadi suatu langkah baru, beberapa pemimpin akan segera mulai berpikir tentang seluruh rakyat pribumi Indonesia sebagai pengikut-pengikut mereka dan sebuah negara nasional Indonesia sebagai tujuan mereka terhadap hal ini, setidak-tidaknya banyak yang akhirnya akan menyepakati.

2.3.3 Represi dan Krisis Ekonomi (1927-1942).
Antara tahun 1927 dan runtuhnya negara jajahan Belanda oleh Jepang pada tahun 1942, kebangkitan nasional Indonesia mulai bergaya kurang semarak. Dalam masalah politik, gerakan anti-penjajahan melanjutkan langkah-langkah yang tidak menghasilkan apa-apa. Rezim Belanda memasuki tahapan yang paling menindas dan paling konservatif dalam sejarahnya pada abad ke-20. Akan tetapi ada beberapa aspek pada waktu itu yang telah menyiapkan panggung peristiwa-peristiwa yang akan terjadi setelah tahun 1942. Pertama, semua harapan bagi terjalinnya kerja sama dengan Belanda benar-benar sudah hancur, sehingga satu-satunya taktik yang dimungkinkan untuk masa mendatang hanyalah perlawanan terhadap Belanda. Kedua, perpecahan-perpecahan yang mendalam di kalangan elite Indonesia yang sangat kecil jumlah umumnya tidak mengalahkan kesepahaman bahwa tujuan utama upaya politik adalah pembentukan negara Indonesia yang otonom atau merdeka. Dengan demikian, nasionalisme menempati posisi ideologis yang paling berpengaruh. Ketiga, demi kepentingan persatuan yang maksimal diantara kelompok-kelompok budaya, agama, dan ideology di Indonesia. Keempat, adanya kesadaran diantara para pemimpin agama bahwa mereka menghadapi banyak tantangan. Yang terakhir, tokoh-tokoh yang muncul sebagai pemimpin-pemimpin Indonesia pada masa itu sangat penting karena, ketidakberhasilan mereka menjadi generasi pertama dalam sejarah Indonesia untuk memimpin seluruh kepulauan ini sebagai bangsa yang bersatu dan merdeka. Di antara pemimpin-pemimpin baru yang tampil sesudah hancurnya PKI, maka perhatian utama tertuju pada orang yang akhirnya menjadi presiden pertama Indonesia merdeka yaitu Soekarno. Setelah Soekarno menyelesaikan sekolahnya di Bandung, Soekarno bertemu dengan Douwes Dekker, Tjipto Mangungkusumo serta Ki Hajar Dewantara, ketiga orang itu telah memimpin Indiche Partij radikal yang lebih banyak berpikir dalam kerangka nasionalisme Indonesia dari pada kerangka islam. Pengaruh mereka terlihat dalam karier Soekarno dengan membentuk nasionalisme yang tidak mengandung komitmen tertentu terhadap islam.
Pada tanggal 4 Juli 1927, Soekarno dan Algeemene Studieclub yang sebelumnya dibetuk oleh Soekarno dan dr. Sutomo di Surabaya telah memprakarsaipembentukan sebuah partai politik baru, Perserikatan Nasional Indonesia, dengan Soekarno sebagai ketuanya. Pada bulan Mei 1928 nama partai diubah menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Tujuan dari PNI adalah kemerdekaan bagi Kepulauan Indonesia yang akan dicapai dengan cara non kooperatif dan dengan organisasi masa. Inilah partai politik pertama yang beranggotakan etnis Indonesia, semata-mata mencita-citakan kemerdekaan politik, berpandangan kewilayahan yang meliputi batas Indonesia sebagaimana ditentukan oleh pemerintah kolonial Belanda, dan berideologi nasionalisme sekuler. Pada akhir tahun 1927, tampaknya Soekarno sudah berhasil merealisasikan suatu front bersatu dari organisasi-organisasi politik Indonesia. Organisasi-organisasi tersebut  bergabung bersama PPPKI (Pemufakatan Perhimpuna-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia). Gagasan nasionalisme seluruh Indonesia sebagai ukuran umumkini muncul semakin kuat. Namun pada akhirnya, perbedaan-perbedaan tujuan, ideologi, dan kepribadian nyata telah memecah belah gerakan-gerakan tersebut. Di negara Belanda pun juga muncul suatu kelompok kepemimpinan  baru dikalangan mahasiswa Indonesia. Pada tahun 1908 didirikan  Indische Vereeniging (persatuan Hindia). Setelah banyaknya masalah-masalah yang timbul akhirnya, pada tahun 1929, pemerintah mengambil tindakan terhadap PNI dengan menangkap Soekarno dan pemimpin-pemimpin lainnya. Pada tahun 1930 Soekarno melakukan pidato pembelaan yang cemerlang menyuarakan ulang komitmen, kalau bukan kedalaman intelektual. Soekarno dihukum dengan tuduhan membahayakan ketertiban umum dan dijatuhi hukuman penjara empat tahun di penjara Sukamiskin, Bandung. Dengan ditangkapnya dan dipenjarakan pimpinannya, maka lumpuhlah PNI dan berhentilah kegiatan-kegiatannya. Tanpa Soekarno, PNI nyaris tidak ada apa-apanya. Pada bulan Oktober 1928, kegiatan-kegiatan budaya dan politik kearah persatuan Indonesia bergabung secara resmi pada Kongres Pemuda yang diadakan di Batavia. Di dalam Sumpah Pemuda, Kongres menyetujui tiga pengakuan, yaitu satu tanah air, Indonesia; satu bangsa, Indonesia; dan satu bahasa, bahasa Indonesia. Dalam memperingati kongres ini, Yamin menulis sekumpulan sajak yang diterbitkan pada tahun 1929 dengan judul Indonesia Tumpah Darahku. Sajak-sajak tersebut mencerminkan keyakinan dikalangan kaum terpelajar muda bahwa pertama-tama mereka adalah orang Indonesia, kedua orang-orang yang berasal dari daerah-daerah yang ada di Indonesia.
Dalam konteks ekonomi yang ada di dalam bangsa Indonesia hidup tiba-tiba berubah karena depresi ekonomi melanda dunia pada tahun 1930-an. Sebagaimana ada gejala krisis yang akan terjadi di negara-negara industri. Harga  beberapa produk Indonesia telah mengalami penurunan dan pasar ekspor seperti pasar ekspor gula menciut karena produksi gula meluas dimana-mana, terutama di Inggris dan Jepang. Indonesia amat bergantung pada ekspornya, terutama produk minyak bumi dan pertanian. Tidak hanya pada produksi itu saja, produksi karet, kopi, dan tembakau juga menghadapi bencana. Krisis ekonomi di kedua daratan ini yang berakibat diberlakukannya kebijakan proteksi secara menyeluruh, ditambah dengan harga-harga yang menurun, tiba-tiba menjerumuskan Indonesia ke dalam  suatu krisis ekonomi. Dampak krisis ini terhadap bangsa Indonesia jelas sangat serius. Memang benar, seperti yang dikatakan oleh beberapa pengamat bahwa para pekerja Indonesia cenderung kembali ke pertanian untuk menyambung hidup, namun juga benar bahwa banyak diantaranya tidak memiliki kesempatan itu sama sekali. Sebagian lahan tidak lagi digunakan untuk produksi gula dan digunakannya kembali produksi padi, tetapi peningkatan produksi padi tidak sepenuhnya dapat menyediakan keperluan makanan dan pekerjaan bagi populasi yang terus menerus bertambah. Seperti halnya tidak ada alasan untuk optimis dalam bidang ekonomi pada tahun 1930-an , demikian pula tidak ada alasan yang sama di bidang politik. Karena pemerintah Belanda menentang semua bentuk nasionalisme dan juga tidak ingin melihat Volksraad (dewan rakyat) memainkan peranan penting. Setelah beberapa tahun sudah dilewati dengan bermunculannya berbagai organisasi yang ada di Indonesia, ketika kaum terpelajar kota sedang berusaha mencari bentuk-bentuk baru bagi organisasi politik dalam menghadapi oposisi Belanda, gerakan politik yang terbesar di Indonesia didirikan oleh suatu jenis kepemimpinan seperti didirikannya PKN (Pakempalan Kawula Ngayogyakarta “ perkumpulan warga Yogyakarta). Pada tahun 1951 bangkit kembali setelah jatuh kemudian menjadi suatu partai lokal Yogya dengan nama Gerinda (Gerakan Rakyat Indonesia). Kemudian muncul juga gerakan-gerakan nasionalis diantaranya PII (Partai Islam Indonesia), PNI Baru, dan lainnya kemudian dari organisasi-organisasi nasionalis Indonesia yang penting  kecuali PNI baru membentuk GAPI (Gabungan Politik Indonesia).
Selanjutnya, masalah pertahanan yang telah mengilhami bangsa Indonesia untuk mengusulkan Volksraad pada tahun 1914-1918 mengakhiri sejarah Volksraad. Pemerintah sedang memperbesar kekuatan militernya. Diantara tenaga-tenaga baru pada angkatan perang colonial yang professional  itu terdapat tokoh yang kemudian hari menjadi presiden kedua Indonesia seorang pemuda yang bernama Soeharto. Belanda juga ingin membentuk suatu milisi yang terdiri atas orang-orang Indonesia. Akan tetapi, kini kekuasaan Belanda berada pada saat-saat terakhirnya. Pada tanggal 8 Desember 1941 (7 Desember di Hawaii), Jepan menyerang Pearl Harbor, Hongkong, Filipina, dan Malaysia. Negara Belanda segera mengikuti jejak sekutu-sekutunya dengan menyatakan perang terhadap Jepang. Pada tanggal 10 Januari 1942, penyerbuan Jepang ke Indonesia dimulai. Pda akhir bulan itu, balatentara Jepang menghancurkan armada gabungan Belanda, Inggris, Australia, dan Amerika dalam pertempuran di laut Jawa. Tidak mengherankan apabila rakyat Indonesia memberiikan sedikit sekali bantuan kepada pasukan colonial yang terancam dan kadang-kadang dengan senang hati berbalik melawan orang-orang sipil dan serdadu-serdadu Belanda. Pada tanggal 8 Maret 1942, pihak Belanda di Jawa menyerah dan Gubernur Jenderal ditawan oleh pihak Jepang. Berakhirlah kekuasaan Belanda di Indonesia. Ia hanya meninggalkan sedikit sahabat dikalangan rakyat Indonesia. Bahkan kalangan elite yang telah mengharapkan berlangsungnya evolusi melalui kerja sama ini benar-benar menyangsikan niat baik pihak Belanda. Dan diantara orang-orang Indonesia yang ditangkap diseluruh kepulauan ini terdapat suatu generasi pemimpin yang memandang kolonialisme Belanda sebagai beban berat yang tidak dapat ditahan lagi.
2.4 Hasil dari Kemunculan Konsepsi Indonesia serta Pengaruhnya Bagi Bangsa Indonesia.
Dari uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, telah disebutkan suatu keadaan yang berbeda pada saat abad XX yang biasa disebut dengan abad penjajahan baru. Di abad inilah secara disadari atau pun tidak oleh orang Indonesia, bahwa karena suatu tekanan yang didapati pihak Belanda yang dianggap memiliki hutang yang besar kepada rakyat Indonesia, sudah seharusnya Belanda memberikan suatu kemudahan kepada orang Indonesia dalam menjalankan urusanya. Seiring perkembangan waktu, pemikiran manusiapun juga semakin berkembang. Dengan diberikan beberapa aspek kemudahan kepada Indonesia meski dirasa tidak seberapa namun sedikit banyak juga memberikan pengaruh terhadap orang Indonesia apalagi dalam bidang pendidikan. Selain itu seiring berjalanya waktu, ide suatu konsepsi akan suatu negara yang independen semakin seperti dapat tergambarkan, meskipun hanya sebatas angan. Ini cukup memberikan motivasi dan harapan yang besar bagi rakyat Indonesia.
Hasil dari munculnya konsepsi ini begitu luar biasa, hal mendapat tanggapan yang beragam bagi bangsa Indonesia. Selain dirasa sebagai angin segar bagi Indonesia kedepanya, namun banyak terjadi ketimpangan sosial dengan munculnya berbagai organisasi rakyat yang dengan masing-masing tujuan dan landasanya. Hal ini juga diiringi berbagai masalah yang harus dihadapi Indonesia di dalam berbagai bidang. Namun hal tersebut tidak menumbangkan motivasi bangsa Indonesia meski hanya sekedar penggambaran yang abstrak saja.
Dalam pembicaraan hal ini tentu saja akan ada pengaruhnya bagi masyarakat Indonesia, entah dalam sekala besar atau pun kecil. Namun apabila dilihat dan dipahami secara mendalam nampaknya dapat dikatakan bahwa dengan munculnya konsepsi Indonesia, sebagai awal atau langkah pertama bagi masyarakat Indonesia untuk membangun pondasi suatu bangsa. Setidaknya dengan hal ini orang Indonesia lebih memiliki kehidupan yang lebih terbuka dan belajar untuk membentuk organisasi-organisasi gerakan kelompok-kelompok masyarakat. Dari hal ini lah masyarakat semakin belajar dan semakin tahu akan komponen-komponen masyarakat beserta beberapa masalah dihadapi sebagai pelajaran yang berharga juga. Intinya dengan munculnya konsepsi Indonesia membawa pengaruh yang mejadi suatu gambaran awal negara merdekan dan sebagai cambuk motivasi untuk mendapatkanya.








BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konsep dapat dianggap suatu rancangan perencanaan, ide atau sesuatu yang masih abstrak dalam pemikiran yang kedepannya tentu ingin untuk diwujudkan menjadi sesuatu yang nyata dan ingin dirasakan. Dan dalam pengertian lengkapnya dari kata dasar konsep yang dalam hal ini adalah menjadi konsepsi diartikan sebagai rancangan atau cita-cita yang telah ada dalam pikiran. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa konsepsi adalah suatu penggambaran ide yang abstrak dan didalamnya berisi suatu cita-cita yang tentunya dalam waktu kedepan diharapkan menjadi sesuatu yang konkret atau nyata dan dapat dirasakan keberadaanya serta manfaatnya bagi individu ataupun orang banyak tergantung ide apa yang ingin di capai.
Republik Indonesia disingkat RI atau Indonesia adalah negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau. Nama alternatif yang biasa dipakai adalah Nusantara. Dengan populasi sekitar sebesar 260 juta jiwa pada tahun 2013, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, sekitar 230 juta meskipun secara resmi bukanlah negara Islam. Bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik, dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Presiden yang dipilih langsung.
Setelah begitu lama bangsa Indonesia mendapatkan perlakuan penjajahan yang begitu menyiksa dari Belanda, namun pada saat tertentu seiring dengan kemajuan pemikiran serta semakin berkembangnya pemikiran manusia. Hal tersebut juga memberikan andil pengaruh yang begitu luar biasa terhadap keadaan bangsa Indonesia yang pada saat itu sedang mendapatkan penjajahan dari bangsa lain yaitu Belanda. Dalam perkembanganya, akrinya bangsa Indonesia sedikit demi sedikit mendapatkan suatu penggambaran yang manis dari suatu negara yang pada saat itu masih menjadi suatu bayangan yaitu Indonesia. Uraian penggambaran dari munculnya konsepsi Indonesia dapat digambarkan dalam beberapa tahapan penggambaran.
Karena munculnya konsepsi tersebut, orang Indonesia secara umum setidaknya memiliki suatu gagasan meski masih abstrak, namun sudah memberikan harapan bahwa dapat kiranya bangsa Indonesia untuk mendapatkan kebebasan dengan negara yang merdeka.
3.2 Saran
Dalam apapun perencanaan untuk membuat sesuatu, konsepsi adalah suatu langkah besar yang harus diadakan demi keberlangsungan hal tersebut untuk menjadi nyata. Oleh karena itu, hal ini perlu mendapatkan perhatian lebih supaya kedepanya apa yang terwujud adalah apa yang diharapkan.
Sebagai bangsa yang besar, sudah sepantasnya selalu mengingat dan mengenang akan kesejarahanya. Munculnya konsepsi Indonesia, merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Dari hal itu tertera dimana awal tergambarnya suatu konsepsi negara yang sedang terjajah untuk mengambarkan suatu negara sehingga memunculkan suatu upaya dan usaha untuk mewujudkan negara tersebut diawali dengan pergerakan yang dilakukan masyarakat Indonesia. Hal inilah yang harus menjadi perenungan supaya untuk selalu menjaga dan memelihara apa yang telah dicapai dan telah digenggam dan diupayakan untuk membawanya untuk memajukan.





DAFTAR PUSTAKA
Ricklefs, M.C. 2001. Sejarah Indonesia Moderen 1200-2004. Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi.
Simbolon, Parakitri T. 2006. Menjadi Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
http://kbbi.web.id/konsep. [30 Agustus 2014].
Setianto, Yuni. 2013. Nasionaldan Kesadaran Nasional Indonesia. www.NASIONALISME DAN KESADARAN NASIONAL INDONESIA _ Asosiasi Widyaiswara Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu Pengetahuan Sosial.htm. [30 Agustus 2014].